Sabtu, 17 Desember 2011

makalah wawasan nusantara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
          Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah
wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar
wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember
1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena
telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia.
Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa
Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan
Republik Indonesia.Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia
memandang tanah airnya beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan
wawasan nasional
Jelaslah disini bahwa wasantara adalah pengejawantahan falsafah Pancasila
dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan
pelaksanaan wasantara akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional
Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman.
Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat,
dalam "koridor" wasantara.
1.2 Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini yang berjudul “Wawasan Nusantara” mempunyai beberapa rumusan   masalah              yaitu:
1. Pengertian dari wawasan nusantara;
2. Konsepsi Wawasan Nusantara;
3. Isi wawasan nusantara;
4. Unsur – unsur dari wawasan nusantara;
5. Hakikat dari wawasan nusantara;
6. Kedudukan, fungsi dan tujuan wawasan nusantara;
7. Implementasi serta tantangan yang dihadapi dari wawasan nusantara;
8. Arah pandang wawasan nusantara.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wawasan Nusantara
Kata wawasan berasal dari kata “wawas” ( bahasa Jawa ) yang berarti melihat atau memandang. Jika ditambah dengan akhiran –an maka secara harfiah berarti cara penglihatan, cara tinjau, cara pandang.
Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuno
yakni nusa yang berarti pulau, dan antara artinya lain.Wawasan nasional suatu bangsa
dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Beberapa
teori paham kekuasaan dan teori geopolitik. Perumusan wawasan nasional lahir
berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh mana konsep
operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan.
Teori-teori yang dapat mendukung rumusan tersebut antara lain:
a. Paham Machiavelli (Abad XVII)
 Dalam bukunya tentang politik yang diterjemahkan kedalam bahasa dengan
judul “The Prince”, Machiavelli memberikan pesan tentang cara membentuk
kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan kokoh.
Didalamnya terkandung beberapa postulat dan cara pandang tentang bagaimana
memelihara kekuasaan politik. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan
apabila menerapkan dalil-dalil berikut: pertama, segala cara dihalalkan dalam
merebut dan mempertahankan kekuasaan; kedua, untuk menjaga kekuasaan rezim,
politik adu domba (divide et impera) adalah sah; dan ketiga, dalam dunia politik
(yang disamakan dengan kehidupan binatang buas ), yang kuat pasti dapat bertahan
dan menang. Semasa Machiavelli hidup, buku “The Prince” dilarang beredar oleh Sri
Paus karena dianggap amoral. Tetapi setelah Machiavelli meninggal, buku tersebut
menjadi sangat dan banyak dipelajari oleh orang-orang serta dijadikan pedoman oleh
banyak kalangan politisi dan para kalangan elite politik.
b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang, selain
penganut baik dari Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa perang di masa depan
akan merupakan perang total yang mengerahkan segala upaya dan kekuatan nasional.
Kekuatan ini juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu
pengetahuan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam untuk menduduki dan
menjajah negara-negara disekitar Prancis. Ketiga postulat Machiavelli telah
diimplementasikan dengan sempurna oleh Napoleon, namun menjadi bumerang bagi
dirinya sendiri sehingg akhir kariernya dibuang ke Pulau Elba.
c. Paham Jendral Clausewitz (XVIII)
Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara Napoleon
dari negaranya sampai ke Rusia. Clausewitz akhirnya bergabung dan menjadi
penasihat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran Rusia. Sebagaimana kita ketahui,
invasi tentara Napoleon pada akhirnya terhenti di Moskow dan diusir kembali ke
Perancis. Clausewitz, setelah Rusia bebas kembali, di angkat menjadi kepala staf
komando Rusia. Di sana dia menulis sebuah buku mengenai perang berjudul Vom
Kriege (Tentara Perang). Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik
dengan cara lain. Baginya, peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan
nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yang membenarkan Rusia berekspansi
sehingga menimbulkan perang Dunia I dengan kekalahan di pihak Rusia atau
Kekaisaran Jerman.
d. Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan dua
aliran besar Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme di satu pihak dan
komunisme di pihak yang lain. Pada abad XVII paham perdagangan bebas yang
merupakan nenek moyang liberalisme sedang marak. Saat itu orang-orang
berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar
surplus ekonominya, terutama diukur dengan emas. Paham ini memicu nafsu
kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari emas ke tempat yang lain.
1. Pengertian wawasan nusantara berdasarkan ketetapan majelis
Permusyawarahan rakyat tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN adalah sebagai berikut:
Wawasan nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
2. Pengertian wawasan nusantara menurut prof. Dr. Wan usman (Ketua Program S-2 PKN UI)
“Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa indonesia mengenai diri dan
tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang
beragam.”. Hal tersebut disampaikannya saat lokakarya wawsan nusantara dan
ketahanan nasional di Lemhanas pada Januari 2000. Ia juga menjelaskan bahwa
wawasan nusantara merupakan geopolitik indonesia.
3. Pengertian wawasan nusantara, menurut kelompok kerja wawasan
nusantara, yang diusulkan menjadi ketetapan majelis permusyawaratan rakyat
dan dibuat di Lemhanas tahun 1999 adalah sebagai berikut:
“Cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan lingkungannya
yang berseragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. ”
Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri
dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai
dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita – cita
nasionalnya. Sedangkan arti dari wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta
sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya. Dengan demikian wawasan nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupannya serta sebagai rambu – rambu dalam perjuanagan mengisi kemerdekaan. Wawasan nusantara sebagai cara pandang juga mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan dan cita – citanya.
a.       Berdasarkan teori-teori tentang wawasan, latar belakang falsafah
Pancasila, latar belakang pemikiran aspek kewilayahan, aspek sosial budaya dan
aspek kesejarahan, terbentuklah satu wawasan nasional Indonesia yang disebut
dengan Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan
lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.2  Konsepsi Wawasan Nusantara
          Latar belakang yang mempengaruhi tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara adalah sebagai berikut :
a. Aspek Historis
          Dari segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang bersatu dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal yaitu :
1. Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan
terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang terjajah adalah penderitaaan,
kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan. Penjajah juga menciptakan perpecahan
dalam diri bangsa Indonesia. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini
orang-orang Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap perjuangan
melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi juga ada pengkhianat bangsa.
2. Kita pernah memiliki wilayah yang terpisah-pisah, secara historis
wilayah Indonesia adalah wialayah bekas jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda
ini masih terpisah0pisah berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana laut
territorial Hindia Belanda adalah sejauh 3 (tiga) mil. Dengan adanya ordonansi tersebut , laut atau perairan yang ada diluar 3 mil tersebut merupakan lautan bebas
dan berlaku sebagai perairan internasional. Sebagai bangsa yang terpecah-pecah dan
terjajah, hal ini jelas merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia.Keadaan
tersebut tidak mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa yang merdeka, bersatu
dan berdaulat.Untuk bisa keluar dari keadaan tersebut kita membutuhkan semangat
kebangsaan yang melahirkan visi bangsa yang bersatu. Upaya untuk mewujudkan
wilayah Indonesia sebagai wilayah yang utuh tidak lagi terpisah baru terjadi 12
tahun kemudian setelah Indonesia merdeka yaitu ketika Perdana Menteri Djuanda
mengeluarkan pernyataan yang selanjutnya disebut sebagai Deklarasi Djuanda pada
13 Desember 1957. Isi pokok dari deklarasi tersebut menyatakan bahwa laut
territorial Indonesia tidak lagi sejauh 3 mili melainkan selebar 12 mil dan secara
resmi menggantikam Ordonansi 1939. Dekrasi Djuanda juga dikukuhkan dalam UU
No.4/Prp Tahun 1960 tenatang perairan Indonesia yang berisi :
1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia
2. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut
3. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletakpada sisi dalam dari garis dasar.
Keluarnya Deklarasi Djuanda melahirkan konsepsi wawasan Nusantara dimana laut tidak lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai penghubung.UU mengenai perairan Indonesia diperbaharui dengan UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan IndonesiaDeklarasi Djuanda juga diperjuangkan dalam forum internasional. Melalui perjuangan panjanag akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April menerima “ The United Nation Convention On The Law Of the Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut Indonesia diakui sebagai negara      dengan              asas
Negara Kepulauan (Archipelago State).
b. Aspek Geografis dan Sosial Budaya
Dari segi geografis dan Sosial Budaya, Indonesia meruapakan negara bangsa dengan wialayah dan posisi yang unik serta bangsa yang heterogen. Keunikan wilayah dan dan heterogenitas menjadikan bangsa Indonesia perlu memilikui visi menjadi bangsa yang satu dan utuh .
Keunikan wilayah dan heterogenitas itu anatara lain sebagai berikut :
1.Indonesia bercirikam negara kepulauan atau maritim
2. Indonesia terletak anata dua benua dan dua sameudera(posisi silang)
3. Indonesia terletak pada garis khatulistiwa
4. Indonesia berada pada iklim tropis dengan dua musim
5. Indonesia menjadi pertemuan dua jalur pegunungan yaitu sirkumpasifik dan Mediterania
6. Wilayah subur dan dapat dihuni
7. Kaya akan flora dan fauna dan sumberdaya alam
8. Memiliki etnik yang banyak sehingga memiliki kebudayaan yang beragam
9.Memiliki jumlah penduduk dalam jumlah yang besar, sebanyak 218.868 juta jiwa (tahun 2005 – www.datastatistik-Indonesia.com )
2.3 Isi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara mencakup :
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik,  dalam arti :
a. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya
merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra seluruh
bangsa serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara
dalam berbagai bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa
yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam mencapai
cita-cita bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan
negara yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
e. Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu
kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945.
f. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
g. Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain
ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada
kepentingan nasional.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah
modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus
tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh
daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam
pengembangankehidupanekonominya.
c. Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu
kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas
kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan
Budaya, dalam arti :
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus
merupakan kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan
masyarakat yang sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan
yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa.
b. Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak
ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi
modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak
nilai – nilai budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang
hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan
Pertahanan Keamanan, dalam arti :
a. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya  merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
B. Konsep geopolitik dan geostrategi
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang dua pertigawilayahnya adalah laut membentang ke utara dengan pusatnya di pulau Jawa membentuk gambaran kipas. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. , sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman.
Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional
dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang
dihubungkan oleh laut. Laut yang menghubungkan dan mempersatukan pulau-pulau
yang tersebar di seantero khatulistiwa. Sedangkan Wawasan Nusantara adalah konsep
politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah,
meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara
di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh
menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek
politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
Wawasan Nusantara sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang
merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia telah ditegaskan dalam
GBHN dengan Tap. MPR No.IV tahun 1973. Penetapan ini merupakan tahapan akhir
perkembangan konsepsi negara kepulauan yang telah diperjuangkan sejak Dekrarasi
Juanda tanggal 13 Desember 1957 Sebagai bangsa yang majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat semestanya, selalu mengutamakanpersatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah. Untuk itu pembinaan dan dan penyelenmggaraan tata kehidupan bangsa dan negaraIndonesia disususn atas dasara hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita
dan tujuan nasional, serta kondisi social budaya dan pengalaman sejarah yang
menumbuhkan kesadaran tentangkemajemukan dan kebhinekaannyadeangan
mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan tersebut dikenal dengan Wasantara, singkatan dari Wawasan Nusantara.
Bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi, air, dan dirgantara di atasnya
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Karena itu, dengan konsep
wawasan nusantara bangsa Indonesia bertekad mendayagunakan seluruh kekayan
alam, sumber daya serta seluruh potensi nasionalnya berdasarkan kebijaksanaan yang
terpadu, seimbang, serasi dan selaras untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dengan tetap memperhatikan kepentingan
daerah penghasil secara proporsional dalam keadilan.
Untuk itulah, mengapa Wawasan Nusantara perlu. Ini karena Wawasan
Nusantara mempunyai fungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-
rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan
bagi penyelenggara Negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain fungsi,
Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek
kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada
kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah. Hal tersebut
bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan individu . kelompok,
golongan, suku bangsa atau daerah. Kepentingan-kepentingan tersebut tetap
dihormati, diakui dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional.Sebagai cara pandang dan visi nasional Indonesia, wawasan Nusantara harus dijadikan arahan, pedoman, acuan dan tuntunan bagi setiap individu bangsa Indonesia kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2.4  Unsur-Unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah
a.Wujud Wilayah
        Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya
terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh perairan. Oleh karena
itu Nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan
didalamnya.
Setelah bernegara dalam negara kesatuan Republik Indonesia, bangsa indonesia
memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagi kegiatn kenegaraan
dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan
bermasyarakat adalah lembaga dalam wujud infrastruktur politik.
Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua samudra, yaitu
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, dan antara dua benua, yaitu banua Asia dan
benua Australia. Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan poliyik,
ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.
b.Tata  Inti      Organisasi
            Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang
menyangkut bentuk dan kedaulatan negara kekuasaaan pemerintah, sistem
pemerintahan, dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Kedaulatan di tangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sistem pemerintahan, menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan bersadarkan UUD 1945. Indonesia adalah Negara hukum (Rechtsstaat) bukan Negara kekuasaan ( Machtsstaat ).
c.Tata Kelengkapan Organisasi
          Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers seluruh aparatur negara. Yang dapat
diwujudkan demokrasi yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan secara
ideal berdasarkan dasar filsafat pancasila.
2. Isi Wawasan Nusantara
       Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta
tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi
yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut
di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam
kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang essensial, yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita
dan tujuan  nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan
nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia
meliputi :
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang
     menyebutkan :
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3) Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan b.Asas  keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh  menyeluruh meliputi :
1. Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan dirgantara
 secara terpadu.
2. Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional.
3. Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia                   atas  dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
5. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
6. Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
 3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri dari
tata laku tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa,
semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa indonesia, sedang tata laku lahiriah
tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku dari bangsa idonesia. Tata laku
lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan. Meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian
bangsa indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa
bangga dan cinta kepada bangga dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme
yang tinggi dalm segala aspek kehidupan nasional.
2.5 Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian cara
pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan
nasional. Hal tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negar harus
berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa
dan negara indonesia. Demikian juga produk yang dihasilkan oleh lembaga negara
harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tanpa
menghilangkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan dan orang
per orang.
2.6 Kedudukan, Fungsi Dan Tujuan Wawasan Nusantara
1. Kedudukan
a)      Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia
merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi
penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional.
b)      Wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan         idiil.
2. Undang0undang dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan
sebagai     landasan          konstitusional.
3. Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan visional.
4. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional,
berkedudukan sebagai landasan operasional.
2. Fungsi
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Tujuan
          Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek
kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan nasional dari pada
kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. Hal tersebut
bukan berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan individu, kelompok, suku
bangsa,atau daerah.
2.7 Implementasi Dan Tantangan Yang Dihadapi Dari Wawasan Nusantara
Indonesia, sebagai negara bangsa (nation state) kini sedang berada di
persimpangan jalan. Di tengah himpitan upaya untuk keluar dari krisis
ekonomi, Indonesia harus menghadapi ragam tuntutan dari daerah yang –entah
kebetulan atau tidak—muncul pada waktu yang hampir bersamaan. Tuntutan
tersebut jenisnya bermacam-macam; dari sekadar menuntut pembagian keuangan
yang lebih adil, tuntutan otonomi yang lebih luas, tuntutan federalisasi,
sampai ke tuntutan kemerdekaan. Akibatnya, eksistensi negara bangsa
Indonesia sebagai negara kesatuan dalam ideologi, politik, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan (sebagaimana dinyatakan dalam konsep yang selama ini
disebut “wawasan nusantara”), kemudian dipertanyakan kesahihannya dalam
menjamin terwujudnya keadilan dan kemakmuran yang merata.Menyadari hal yang disebutkan diatas, perlu dipertanyakan secara kritis pada dua perspektif, yaitu:
1. Perspektif Pertama: Dari Sudut Konsep “Wawasan Nusantara”
Apakah konsep “wawasan nusantara” sebagaimana diyakini, diajarkan, bahkan
diindoktrinasikan selama ini, sejak di sekolah menengah, perguruan tinggi,
sampai ke pejabat tinggi pemerintahan, memang masih merupakan konsep yang
relevan dengan kondisi nyata negara bangsa Indonetantangannya di masa depan?
Apakah sesungguhnya hakekat dari “Persatuan Indonesia” yang tercantum dalam Pancasila, memang berpadanan dan sehakekat dengan konsep “wawasan nusantara”?
2. Perspektif Kedua: Dari Sudut “Semangat Kedaerahan”
Apakah semangat kedaerahan yang timbul sekarang ini, adalah kondisi nyata
bangsa Indonesia dan masih merupakan tuntutan yang rasional, ataukah hanya merupakah ungkapan emosional sebagai akibat akumulasi kekecewaan perilaku
politik penguasa Orde Baru selama ini yang dianggap tidak menghargai
aspirasi daerah?
Apakah semangat kedaerahan memang berlawanan atau berbanding terbalik dengan semangat kebangsaan dalam negara bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia?  
Apakah memang konsep federalisasi yang kini banyak digaungkan adalah merupakan jawaban bagi permasalahan keadilan yang selama ini terjadi? Atau, apakah konsep negara kesatuan, memang tidak relevan lagi?
Pertanyaan-pertanyaan diatas memang selayaknya diajukan untuk merenungkan
kembali dan menggali makna hakiki dari kehudupan berbangsa dan bernegara
Republik Indonesia. Dengan memandang berbagai persoalan negara bangsa
Indonesia secara obyektif dan jernih, maka upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan
diatas, niscaya akan memberikan pemahaman masalah yang
komprehensif dan general (tidak parsial), sehingga hasilnya diharapkan dapat
memberikan solusi yang tepat, proporsional dan rasional. Untuk itulah, maka
makalah ini disusun.
1. Krisis Multidimensional Indonesia
          Krisis nilai tukar yang dialami Indonesia pada medio Juni 1998, telah membawa akibat yang sungguh-sungguh diluar perkiraan siapapun, bahkan tak pula prediksi para ahli. Krisis tersebut, pada kisah lanjutannya berkembang dan meluas mencapai krisis multidimensional; ekonomi, politik, sosial, budaya dan kemudian: identitas bangsa.
Adalah kemudian krisis ekonomi yang ditandai kesulitan memperoleh bahan pokok dan kesempatan kerja (sebagai akibat banyaknya perusahaan yang harus gulung tikar karena krisis hutang akibat depresiasi rupiah yang amat tajam dan mendadak), yang kemudian menjadi pemicu timbulnya gerakan mahasiswa yang muncul bagaikan bola salju. Gerakan mahasiswa itu, kemudian mampu untuk menciptakan kesadaran kolektif komponen bangsa yang lain, untuk menyadari bahwa upaya mengatasi krisis ekonomi, haruslah diawali dengan reformasi di bidang politik.
Reformasi politik, yang semula diarahkan pada pembersihan pemerintahan dari korupsi, kolusi dan nepotisme (yang kemudian diakronimkan menjadi “KKN”), ternyata tidak mendapat sambutan yang positif dari pemerintahan Soeharto yang ketika itu berkuasa. Akibatnya, kekecewaan akibat ketidak-responsif-an pemerintah, malah membawa tuntutan yang sifatnya lebih mendesak; yakni perlunya pergantian pucuk pimpinan pemerintahan dari PresidenSoeharto. Gerakan mahasiswa, yang menggulirkan tuntutan pergantian pimpinan nasional itu, akhirnya mampu untuk memaksa Soeharto untuk mengundurkan diri, pada tanggal 21 Mei 1998. Ketika itu, ratusan ribu mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR untuk menyatakan tuntutannya.
          Rupanya, pergantian pimpinan nasional tersebut, melahirkan suasana politik yang hiruk pikuk. Tiba-tiba, semua orang ingin bicara dan didengar suaranya. Termasuk dari mereka yang selama ini dikenal sebagai pendukung setia rejim masa lalu. Akibatnya banyak “bunglon politik” yang ikut bermain dalam kancah politik Indonesia. Bermacam isu pula menjadi sasaran untuk dihembuskan pada masyarakat. Diantara sekian banyak isu itu adalah tuntutan desentralisasi
kekuasaan dan pembagian keuangan yang lebih adil antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan berbagai cara tuntutan itu dimunculkan. Dalam kasus terakhir di Aceh, bahkan sampai menggelar “SU MPR” (Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum) Aceh, sebagai media pengungkapan tunt tan masyarakat Aceh. Khusus untuk hal itu, beragam ide yang ditawarkan sebagai solusi pun muncul; dari sekadar menuntut pembagian keuangan yang lebih adil, tuntutan otonomi yang lebih luas, tuntutan federalisasi, sampai ke tuntutan kemerdekaan.
2. Permasalahan Pusat dan Daerah
Pada dasarnya, permasalahan pusat dan daerah tersebut berdasar pada 3 pokok  masalah:

a. Permasalahan kekuasaan yang sentralistis.
          Pemerintahan Orde Baru dianggap sangat sentralistis dalam menjalankan kekuasaan. Banyak hal yang ditentukan oleh pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dipandang seakan-akan hanya sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah pusat. Akibatnya, aspirasi daerah ditutup dengan mengedepankan justifikasi “stabilitas dan
kepentingan nasional”. Hal ini menimbulkan perasaan dehumanisasi pada masyar
akat di daerah.
b. Permasalahan pembagian keuangan.
          Dalam menjalankan kebijakan ekonomi,pemerintah pusat selama Orde Baru
juga sangat sentralistis. Sebagian besarhasil-hasil yang didapat daerah, harus
diserahkan kepada pemerintah pusat.Dalam kasus Aceh misalnya, pada tahun
anggaran 1998/999, 91,59% hasil-hasil daerah diserahkan kepada pusat. Dengan
demikian berarti daerah (Aceh) hanya mendapat “tetesan” 8,41% dari hasil buminya
sendiri. Fenomena itu, bukan hanya terjadi di Aceh, tetapi juga di tempat-tempat lain
Indonesia. Praktik pemerintahan seperti itu, menimbulkan perasaan bahwa daerah seakan hanyalah “sapi perahan” dari pemerintah pusat. Meskipun kenyataannya pemerintah pusat memberikan “subsidi daerah otonom” (SDO) pada setiap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), tetapi paradigma yang berlaku bahwa SDO tersebut adalah “kebaikan hati” pemerintah pusat kepada daerah. Padahal, dana untuk SDO tersebut, sebagian didapatkan dari daerah juga.
c. Permasalahan budaya. Pemerintah Orde Baru mengedepankan wawasan “budaya nasional”.
Meskipun dipropagandakan bahwa budaya daerah adalah kekayaan budaya nasional, namun dalam praktiknya sering terjadi marjinalisasi terhadap budaya daerah. Padahal, kendati sebagai negara kesatuan, Indonesia terdiri dari ribuan budaya dari bermacam suku-suku bangsa. Bahkan, dari satu suku bangsa, terdapat sub-sub kultur yang berbeda. Perbedaan budaya tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan atau keragamam paradigma dalam menjalankan kekuasaan dan implementasi kebijakan. Kondisi itu, seakan diabaikan dan dianggap tidak begitu penting. Bahkan dalam banyak kasus, terjadi penyeragaman praktik budaya. Hal itu, menimbulkan resistensi yang mendasar, karena budaya sesungguhnya tetap hidup dalam bawah sadar manusia, tidak dapat dihilangkan dengan upaya penyeragaman.
3. Tuntutan Daerah.
Permasalahan Pusat dan Daerah seperti diuraikan diatas, terjadi selama puluhan tahun. Pada kurun waktu tersebut, perasaan kecewa atas permasalahan itu, dapat ditekan dan ditutup-tutupi dengan perilaku represif dari penguasa waktu itu. Bahkan, pada daerah-daerah dengan tingkat resistensi yang tinggi, pemerintah pusat harus pula melakukan operasi-operasi militer yang mengakibatkan banyak tindakan-tindakan kekerasan yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM). Sehingga, permasalahan pusat dan daerah seperti disebutkan diatas, semakin bertambah rumit dan membawa luka-luka yang cukup mendalam pada daerah.
Akibatnya, ketika terjadi pucuk pimpinan kekuasaan, luka-luka dan kekecewaan yang dipendam dan ditutup-tutupi selama puluhan tahun itupun meluap. Bahkan, kemudian meledak dan melahirkan konflik-konflik horizontal (seperti yang terjadi di Maluku) dan vertikal (seperti terjadi di Aceh, Riau dan IrianJaya). Tuntutan daerah itu muncul secara bersamaan karena dianggap bahwa setelah puluhan tahun mengalami represi, maka kinilah saatnya harus bersuara. Sejarah hitam pergumulan pusat dan daerah itu, telah terjadi pada kasus Timor-Timur, propinsi ke-27 Republik Indonesia, yang harus berpisah karena kalahnya tawaran otonomi pemerintah pusat dalam jajak pendapat. Hal itu, adalah satu contoh kasus yang nyata, bagaimana perilaku sentralistis dan upaya-upaya represif yang menyertainya, ternyata dalam jangka panjang tidak membuahkan hasil apa-apa, dan bahkan menambah rumit persoalan yang sebenarnya sederhana. Akibatnya, solusi permasalahannya pun semakin kompleks.Pemahaman “Wawasan Nusantara”: Konsep, Permasalahan dan Kontradiksi Praktik.
1. Konsepsi “Wawasan Nusantara”
          “ Wawasan Nusantara” adalah sebuah konsep yang diperkenalkan oleh
pemerintahan Orde Baru sebagai identifikasi bangsa Indonesia. Dalam buku
“Kewiraan untuk Mahasiswa” disebutkan bahwa wawasan nusantara adalah “cara
pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide
nasionalnya, yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang
merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat,
serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam menjapai tujuan
perjuangan nasional”.
Wawasan nusantara, juga merupakan wujud dari kesatuan bangsa Indonesia
dalam hal ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Sifat dan ciri-ciri wawasan nusantara disebutkan sebagai “manunggal” dan
“utuh menyeluruh” di bidang wilayah, bangsa, ideologi, politik, ekonomi,
sosial, kebudayaan, pertahanan dan keamanan, psikologi, dan berkeseimbangan.
          Bahkan, dalam pemahaman selanjutnya, ditanamkan pula bahwa “ajaran wawasan  nusantara” adalah wujud dan isi kepribadian bangsa, yang hendak mewujudkan
diri dan lingkungan alam Indonesia yang sarwa nusantara menurut cara-cara
Indonesia di dalam ruang lingkup hidup yang sarwa nusantara. Jadi, wawasan
nusantara adalah “ajaran” dan merupakan “wujud” dan “isi kepribadian bangsa”
Dengan pemahaman singkat itu, dapat dilihat bahwa “wawasan nusantara”
sebagai suatu konsep, sangat menekankan kesatuan. Meskipun dalam banyak hal,
disebutkan pula bahwa ciri-ciri khas daerah diperhatikan, namun esensinya
tetap ditujukan dan dibingkaikan dalam “kesatuan” wawasan nusantara.
2. Wawasan Nusantara: Permasalahan dan Kontradiksi Praktik
Sebagaimana diuraikan diatas, konsepsi wawasan nusantara sangat kental dengan perspektif kesatuan. Permasalahannya adalah bahwa wawasan nusantara mengandung konsepsi yang lebih banyak mengedepankan ide kesatuan (ke-ika-an) daripada ide kepelbagian (ke-bhineka-an). Hal itu tampak misalnya dalam butir kesatuan social budaya, “Bahwa Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu; sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan Budaya Bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan Budaya Bangsa Seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa”. Padahal, fakta aktual dan historis, bahwa di daerah nusantara terdapat banyak sekali ragam budaya yang memang nyata-nyata berbeda. Apa yang disebut sebagai “Budaya Indonesia” pada kenyataannya tidak ada dan tidak memiliki bentuk yang pasti. Dalam hal ini, konsep yang seharusnya diakui adalah kepelbagaian daripada konsep kesamaan. Sehingga, akan lebih cocok bila seandainya disebutkan; “Indonesia memiliki corak budaya yang begitu beraneka dan masing-masing memiliki identitas dan ciri khas yang diakui serta diberikan ruang lingkup untuk berkembang dan saling memperkaya dalam membangun budaya Indonesia”. Dengan demikian, pengakuan atas kepelbagaian diberikan penekanan dalam bingkai kesatuan budaya Indonesia. Dalam praktiknya, kontradiksi itu lebih memprihatinkan. Misalnya dalam bidang ekonomi, wawasan nusantara menyebutkan, “Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-cirikhas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupanekonominya”. Namun praktiknya seperti disebutkan diatas, ternyata memiliki ketimpangan pembagian keuangan pusat dan daerah.
Permasalahan dan kontradiksi seperti disebutkan diatas, tentunya dapat
ditilik lebih banyak lagi. Namun, contoh kasus pada bidang sosial-budaya dan
ekonomi, kiranya dapat memberikan gambaran bahwa memang permasalahan dan
kontradiksi itu ada.
3. Relevansi Konsepsi Wawasan Nusantara Terhadap Permasalahan Negara Bangsa Indonesia Saat Ini.
Seperti disebutkan diatas, konsepsi wawasan nusantara memang mengandung
permasalahan dan kontradiksi antara ke-ika-an dan ke-bhineka-an. Apalagi, di tengah tuntutan daerah untuk lebih berperan (bahkan, untuk “merdeka”), maka wawasan nusantara memang seharusnya layak untuk direnungkan dan dikaji ulang dengan mengedepankan pengakuan ke-bhineka-an sebagai hakekat dan kondisi nyata (baik pada masa sekarang, maupun masa lampau, juga di masa datang)bangsa Indonesia. Tidaklah tepat dan bijaksana bila memandang bahwa wawasan nusantara adalah konsep yang senantiasa relevan dan tidak bisa diganggu gugat. Sebab, Undang-Undang Dasar (UUD 1945), sebagai landasannya pun telah mengalami perubahan (diamandemen) dalam Sidang Umum MPR 1999.
Berkaitan dengan permasalahan di atas, pada diskusi publik kini muncul beberapa alternatif pemecahan, antara lain: perimbangan keuangan pusat dan daerah, otonomi daerah yang seluas-luasnya, federalisasi Indonesia dan bahkan tuntutan merdeka. Terhadap alternatif-alternatif tersebut, haruslah diberikan komentar yang kritis yang sama bobot kekritisannya dengan komentar terhadap konsepsi wawasan nusantara.penting sebagai bagian dari solusi yang komprehensif.
Krisis multi-dimensional Indonesia telah menyadarkan kita bahwa memang ada kekurangan di masa lalu yang harus dikoreksi dan diperbarui. Dan, pembaruan adalah sesuatu yang abadi; terjadi sekarang, dan di setiap waktu, ia tak dapat dielakkan.
2.8 Arah Pandang Wawasan Nusantara
1. Arah Pandang Ke Dalam
Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah maupun sosial. Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangasa indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan tetap terbina dan terpeliharanya persatua dan kesatuan dalam kebhinekaan.
2. Arah Pandang Ke Luar
Arah pandang ke luar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam duna serba berubah maupun kehidupan dalam negeri serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, serta kerja sama dan sikap saling menghormati. Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa kehidupan internasionalnya, bangsa Idonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan demi tercapainya tujuan nasional sesuai tertera pada Pembukaan UUD1945.












BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia. Indonesia yang memiliki kurang lebih 13.670 pulau memerlukan pengawasan yang cukup ketat. Dimana pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihak TNI/Polri saja tetapi semua lapisan masyarakat Indonesia. Bila hanya mengandalkan TNI/Polri saja yang persenjataannya kurang lengkap mungkin bangsa Indonesia sudah tercabik – cabik oleh bangsa lain.Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan nusantara yang merupakanpedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Oleh karena itu diperlukan suatu konsepsi ketahanan nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.

3.2 Saran.
            Dengan adanya wawasan nusantara, kita harus dapat memiliki sikap dan
perilaku yang sesuai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa dan
bangsa. Dalam kaitannya dengan pemuda penerus bangsa hendaknya ditanamkan
sikap wawasan nusantara sejak dini sehingga kecintaan mereka terhadap bangsa dan
negara lebih meyakini dan lebih dalam. Untuk itulah perlu kiranya pendidikan yang
membahas/mempelajari tentang wawasan nusantara dimasukan ke dalam suiatu kurikulum yang sekarang diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia (misalnya :
pelajaran Kewarganegaraan, Pancasila, PPKn dan lain - lain). Untuk masyarakat Indonsia (baik bagi si pembuat makalah, pembaca makalah serta yang lain) agar dapat menjaga makna dan hakikat dari wawasan nusantara yang tercermin dari perilaku – perilaku sehari hari misalnya ikut menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan.




DAFTAR PUSTAKA


  • http://organisasi.org/
  • http://turwahyudin.wordpress.com/2008/04/06/apa-mengapa-dan-bagaimana- wawasan-nusantara/
  • http://one.indoskripsi.com/
  • http://id.wikipedia.org
  • http://indoskripsi.com
  • http://powerpoint-search.com
  • http://pdf-search-engine.com
  • http://scribd.com

Negara bangsa Indonesia dihadapkan pada dua pilihan; pertama, tetap bertahan
dan eksis sebagai negara bangsa, atau kedua, harus bubar dan tinggalkan Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar